Dapatkan Keuntungan Halal

Rabu, 28 Desember 2011

Laporan Praktikum Biologi Parasitologi Modul 2


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad- jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000).
Pemeriksaan feces dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada didalam usus.
Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.

B.     Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1.      Mengamati adanya parasit yang ada dalam sampel faces
2.      Mengamati telur parasit yang ada pada faces dengan beberapa metode






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Parasit pada faces Sapi
a.      Taenia saginata
Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia. Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. [12] Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. [13] Adapun kasus infeksi cacing pita Taenia di negara tropis . Adapun Klasifikasi ilmiah dari Taenia saginata yaitu :
Kerajaan     : animali
Filum          : Platyhelminthes
Kelas           : Cestoda
Ordo           : Cyclophyllidea
Family         : Taeniidae
Genus         : Taenia Saginata
 Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif. [4] Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. [4] Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.[4] Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. [4] Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk. [

b.      Fasciola hepatica
Cacing ini merupakan penyebab fasioliasis  (sheep liver fluke). Fasciolahepatica penyebarannya di eropa, Afrika, Asia, dan Oseania, atau  Fasciola gigantica distribusi utamanya di afrika dan asia (Ideham, 2007).
Di berbagai daerah di dunia  Fasciola hepatica Dan Fasciola gigantica dapat menimbulkan kematian pada hewan, terutama biri – biri dan sapi. Infeksi  Fasciola hepatica  pada manusia dilaporkan dari berbagai negara, sedangkaninfeksi dengan  Fasciola gigantica pada manusia pernah juga dilaporkan dari Rusia, Hawaii, dan Vietnam serta beberapa negara Afrika (Soedarto, 2003).
Pada manusia menginfeksi saluran empedu, kandung empedu ataueksrahepatik. Perkembangan cacing hati ini sangat tergantung pada kondisilingkungan yang cocok untuk kehidupan siput  Lymnea di alam bebas secaraalamiah sebagai hospes perantara. Adapun klasifikasi dari cacing ini yaitu :
Kingdom    :  Animalia
Phylum       : Platyhelminthes
Class           : Trematoda
Subclass      : Digenea
Order           : Echinostomiformes
Family         : Fasciolidae
Genus         : Fasciola
Species        : Fasciola hepatica
Pada cacing hati misalnya, cacing dewasa hidup di dalam duktus biliferus dalam hati domba, sapi, babi dan kadang-kadang manusia. Dikatakan narasumber dari kalangan dokter hewan itu, bentuk tubuh cacing hati seperti daun dengan ukuran 30 x 2 - 12 mm dengan bentuk luarnya tertutup oleh kutikula yang resisten, merupakan modifikasi dari epidermis dan mulut disokong atau dibatasi. Kemudian, cacing dewasa bergerak dengan berkontraksinya otot-otot tubuh, memendek, memanjang dan membelok, mirasidium berenang dengan silianya dan serkaria dengan ekornya. Cacing ini merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktus biliferus atau pada epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat penghisapnya. Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam intestinum hospes dalam bentuk cair, lendir atau darah. Di dalam tubuh, makanan dimetabolisir dengan cairan limfe, kemudian sisa-sisa metabolisme tersebut dikeluarkan melalui selenosit. Perbanyakan cacing ini melalui auto-fertilisasi yang berlangsung pada Trematoda bersifat entoparasit, namun ada juga yang secara fertilisasi silang melalui canalis laurer.

2.    Parasit pada fases manusia
a.      Bayi (Ancylostoma)
Ancylostoma sp. merupakan cacing kait klas Nematoda yang umum ditemukan pada anjing dan kucing. Ada lima species Ancylostoma yang umum menyerang pada saluran pencernaan, yaitu antara lain : Ancylostoma caninum, Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae dan Ancylostoma duodenale. Ancylostoma caninum yang umumnya terdapat pada usus halus anjing, rubah, srigala, anjing hutan dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia. Ancylostoma braziliense terdapat pada usus halus anjing, kucing dan berbagai karnivora liar lainnya. Ancylostoma ceylanicum terdapat pada usus halus anjing, kucing, dan karnivora lain bahkan pada manusia. Ancylostoma tubaeformae merupakan cacing kait pada kucing. Ancylostoma duodenale ditemukan pada usus halus manusia, primata tingkat rendah dan kadang-kadang pada babi. Adapun klasifikasi ilmiah dari cacing ini yaitu :
Phylum            : Nemathelmintes
Class                : Nematoda
Orde                : Strongylidae
Family             : Ancylostoma
Species            : Ancylostoma Sp
Adanya parasit dewasa dalam jumlah kecil sampai sedang mampu menimbulkan kekebalan (imunitas terbatas) hingga penderita tahan terhadap infeksi larva selanjutnya. Infeksi larva dalam jumlah besar akan melampaui ketahanan tubuh dan hewan akan mengalami parasitosis. Oleh adanya self cure, penderita sembuh dengan sendirinya dan tidak menimbulkan gejala anemia. Pada umur tertentu, sekitr 8 bulan, terbukti bahwa anjing mampu mengatasi tantangan infeksi larva infektif. Di daerah endemic, penggunaan obat cacing sebagai pengobatan rutin, misalnya setiap 3-6 bulan sekali sangat dianjurkan

b.      Dewasa (Ascaris lumbricoides)
Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal dengancacing perut merupakan salah satu cacing yang merugikan bagi manusiadari kelas Nematoda dalam Filum Nemathelminthes. Ascaris lumbricoides hidup di dalam tubuh tepatnya di dalam usus halus. Ascaris lumbricoides hidup di dalam usus halus karena di dalam usus halus cacing perut ini dapat memperoleh makanan dengan mudah. Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi telur cacing perut. Biasanya telur cacing perut dibawa oleh lalat, ketika lalat itu hinggap di makanan dan makanan itu kita makan maka kemungkinan besar cacing ini akan tumbuh di dalam tubuh kita. Setelah telur masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas dan akan menjadi cacing ke dalam usus halus. Karena ukurannya yang microscopis, maka cacing ini dapat menembus dinding-dinding usus, jalan terus hingga ke paru-paru. Sampai paru-paru cacing perut ini terus berjalan ke trakea lalu kembali lagi ke dalam usus halus melalui esofagus.  Adapun klasifikasi ilmiah dari cacing ini yaitu :
Kingdom    :Animalia
Phylum       :Nematoda
Class           :Secernentea
Order          :Ascaridida
Family         :Ascarididae
Genus         :Ascaris
Species        :A.lumbricoides
Telur cacing tambang keluar bersamaan dengan feces. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menetas menjadi larva, yang disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva berubah lagi menjadi larva filarifom dimana larva ini dapat menembus kulit kaki dan masuk ke dalam tubuh manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk ke dalam usus. Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia.

3.    Parasit pada fases kucing (Opistorchis viverrini)
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau dijaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisis sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung mirasidium telur menetas di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisis sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telu matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk kedalam jaringan keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air; dalam waktu 24 jam kmirasidium harusn sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air disini berfungsi sebagai hospes perantara pertama atau HP1. Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R); bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring, dan sekum. Didalam sporokista dua / redia (R) , larva berkembang menjadi serkarian (SK).

4.    Parasit pada fases anjing (Dranculus medinensis)
Dracunculiasis atau Dracontiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Dracunculus medinensis, nematoda jaringan yang sangat panjang. Nama ilmiah yang pertama sekali diberikan pada cacing ini adalah Gordius medinensis Linnaeus, pada tahun 1758. Nama umumnya adalah Dracunculus yang berarti ‘ular kecil’. Disebut pula ‘Serpent worm’ atau ‘Dragon worm’ oleh karena bentuknya seperti ‘ular naga’. Sebagian lagi menyebutnya ‘Medina worm’ atau ‘Guinea worm’ oleh karena daerah tempat penyebarannya. Pada Helmintologi cacing ini masuk dalam Famili Dracunculidae dan subordo Camallanina.1 Walau masih ada sebagian menganggapnya termasuk filaria.
Dracunculiasis sudah dikenal sejak jaman dahulu oleh karena gejala klinisnya yang sangat khas. Penyakit ini tersebar mulai dari daerah tropis Afrika sampai Timur Tengah, India dan Srilanka. Juga secara sporadis terjadi di Burma, Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan perkiraan Stoll (1947) lebih dari 48 juta manusia di dunia telah terinfeksi penyakit ini. Selain manusia, cacing ini juga dapat hidup pada anjing, carnivora dan beberapa mamalia lainnya.
BAB III
METODOLOGI

A.  Waktu pelaksanaan
A. Hari/Tangga       : Rabu, 7 Desember 2011
B.  Jam                    : 14.30 – Selesai
C.  Tempat               : Laboratorium Biodiversity

B. Alat dan Bahan
A.    Alat
1.      Mikroskop
2.      Bunsen
3.      Pipet tetes
4.      Tissue
5.      Spatula
6.      Glass objek
7.      Deglasss
8.      Sentrifuge dan tabungnya
9.      Gelas kimia 10 ml
B.     Bahan
1.      Aquades
2.      NaCl jenuh
3.      Larutan eosin
4.      Sampel feses kucing, anjing, sapi, bayi, dan manusia dewasa.

C.  Prosedur Kerja
A.    Metode sentrifuse
1.      Mengambil 2 gr tinja (setengah sendok the) dan menyimpannya didalam gelas kimia kemudian dihancurkan.
2.      Menambahkan 10 ml air dan mengaduknya hingga larut.
3.      Memasukkan kedalam sentrifuse selama 5 menit
4.      Membuang cairan jernih yang ada diatas endapan
5.      Menambahkan 10 ml trinatrium sitrat
6.      Sterilisasi objek glass pada Bunsen
7.      Mengambil satu tetes endapan fases
8.      Menambahkan eosin 1 tetes pada sampel dan menutupnya dngan deglass
9.      Mengamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
B.     Metode Natif
1.      Mengambil sedikit tinja
2.      Meletakkan tinja diatas objek glass
3.      Meratakan sampel dengan meneteskan air, menutupnya dengan deglass
4.      Mengamati dibawah mikroskop dengan pebesaran 100 kali


















BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil pengamatan
Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini yaitu :
No.
Letak
Nama Cacing
Gambar
1.
Fases sapi
a.    Taenia saginata
b.     Fasciola hepatica




a

 



                             b
2.
Fases kucing
Opistorchis viverrini




3.
Fases anjing
Dracunulus medinensis






4.
Fases manusia
-          Bayi




-          orang dewasa

Ancylostoma duodenale



 Ascaris lumbricoides




B.     Pembahasan
1.      Parasit pada faces Sapi
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini dapat dikeahui bahwa parasit yang ada pada fases sapi yaitu Taenia saginata dan fasciola hepatica, hal ini dapat diketahui dengan ditemukannya telur kedua cacing tersebut didalam fases sapi dengan menggunakan dua metode yaitu metode sentrifuse dan metode Natif.
a.      Taenia saginata
Taenia saginata merupakan cacing pita yang paling sering ditemukan pada manusia yang sering mengkonsumsi sapi. Cacing ini merupakan cacing yang hidup pada usus halus manusia apabila telah terinfeksi, adapun morfologinya yaitu memiliki panjang dan lebar (4-15) x 0,01 meter, memiliki jumlah segmen 1000 – 2000 segmen dan  jumlah telur diperkirakan lebih dari 100,000 disetiap segmen.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode sentrifuse yaitu mengambil sedikit fases sapi dan meletakkannya di atas objek glass dan diratakan dengan air, kemudia menutupnya dengan deglass dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali sehingga terlihat telur taenia saginata pada fases sapi.
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu  penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus). Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. Beberapa obat cacing yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel. Sedangkan untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak, terutama babi di daerah endemis taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan gizi pada manusia.
b.      Fasciola hepatica
Dengan menggunakan metode sentrifuse ditmukan telu Fascola hepatica pada fases sapi, dengan ditemukannya telur tersebut dapat diketahui bahwa sapi yang mnegeluarkan fases tersebut telah terinfeksi cacing Fasciola hepatic dan apabila manusia memakan sapi tersebut maka cacing tersebut akan menginfeksi manusia sebagai hospes terakhir.
Fasciola hepatica memiliki cirri-ciri panjangnya 20-75 mm dan lebar lebar 20 mm utuk cacing dewasa. Cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur sampai 25000 butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur menetas pada sushu optimum (27-32oC) selama sekitar 7 minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes intermedier siput yang termasuk dalam genus segmentia dan hippeutis (planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada dalam jantung dan hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia induk memproduksi redia anak. Redia berubah menadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan manusia/babi maka cercaria menginfeksi hospes definitif.
Manusia dikatakan terinfeksi Fasciola hepatica apabila terdapat tanda-tanda gejala klinis dan ditemukannya telur cacing pada fases. Adapu obat yang dapat dikonsumsi karena terinfeksi yaitu : diklorofen, niklosamide dan praziquantel, cukup efektif untuk pengobatan cacing ini.
2.      Parasit pada fases manusia
a.      Bayi (Ancylostoma duodenale)
Dengan menggunakan dua metode pengamatan parasit pada feses bayi manusia ditemukan telur Ancylostoma duodenale, dengan ditemukannya telur parasit tersebut dapat diketahui bahwa bayi tersebut telah terinfeksi cacing Ancylostoma duodenale. Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan dua metode, metode sentrifuse dan natif. Hanya saja untuk metode sentrifese memerlukan waktu dan alat yang lumayan banyak dibandingkan dengan metode natif, yang tidak memerlukan waktu begitu banyak.
Ancylostoma duodenale. Disebut cacing tambang karena dahulunya banyak ditemukan pada buruh tambang di eropa. Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit ankilostomiasis. jenis cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan.  A. duodenale hidup di rongga usus halus dengan mulut melekat pada daging dinding usus.
Bentuk morfologi Ancylostoma duodenale  mirip dengan huruf C. Setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat menghasilkan 28.000 telur per hari.
Infeksi cacing Ancylostoma duodenale dapat ditegakkan  apabila terdapat gejala klinis dan ditemukkannya telur atau cacing pada feses pasien.

b.      Dewasa (Ascaris lumbricoides)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode sentrifuse dan metode Natif dapat diketahui bahwa, salah satu jenis cacing yang  merupakan parasit pada manusia yaitu Ascaris lumbricoides yang dapat menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides.

3.      Parasit pada fases kucing (Opistorchis viverrini)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa salah satu jenis cacing parasit yang menginfeksi kucing yaitu Opistorchis viverrini yang dapat diketahui dengan melihat adanya parasit pada feses kucing dengan menggunakan metode Natif dan sentrifuse. Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur yang terbentuk khas dalam tinja atau dalm cairan duodenum. Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf Y terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan gangliondi bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang dibagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit denagn alat reproduksi yang kompleks.

4.      Parasit pada fases anjing (Dranculus medinensis)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa salah satu jenis cacing parasit yang menginfeksi Anjing yaitu Dracunulus modinensis yang dapat diketahui dengan melihat adanya parasit pada feses Anjing dengan menggunakan metode Natif dan sentrifuse
 Cacing ini berbentuk silindris dan memanjang seperti benang. Permukaan tubuh berwarna putih susu dengan kutikula yang halus. Ujung anterior berbentuk bulat tumpul sedangkan ujung posterior melengkung membentuk kait. Memiliki mulut yang kecil dan ujung anteriornya dikelilingi paling sedikit 10 papila.
Cacing betina dewasa, termasuk nematoda terpanjang, memiliki ukuran panjang mencapai 120 cm dan lebar hanya 1-2 mm. Bersifat viviparous dan memiliki dua pasang organ genital. Dalam proses pematangannya, banyak organ yang menjadi atropi dan akhirnya tubuh dipenuhi oleh uterus yang membesar dan tebal. Vulva terletak dekat kepala dan tidak kelihatan oleh karena desakan uterus. Uterus diperkirakan berisi 1-3 juta larva stadium pertama.
Larva stadium pertama, memiliki kepala bulat, badan mendatar/flat, ekor panjang dan langsing dengan ukuran kurang lebih 1/3 panjang badan. Kutikula berstriae, tidak memiliki selaput dan memiliki ukuran panjang 0,5-0,75 mm serta lebar 0,02 mm. Larva juga memiliki lekukan-lekukan melintang sepanjang permukaan tubuhnya. Saluran pencernaannya terdiri dari oesophagus yang berbentuk bulat dan anus yang belum sempurna. Di dalam air, larva berenang dengan cara bergulung membentuk huruf ‘a’ kemudian lurus kembali. Dalam perkembangannya, larva stadium pertama memerlukan Cyclops spp., sebagai hospes perantaranya. Larva akan mati jika tidak dimakan oleh Cyclops.
Setiap feses memiliki jenis cacing yang berbeda-beda sesuai dengan jenis hospesnya, hal ini disebabkan karena, setiap parasit membutuhkan nutrisi untuk keperluan hidupnya dan nutrisi yang diperoleh berasal dari inangnya. Dari inang tersebutlah setiap parasit cacing dapat hidupdan berkembang, tampa nutrisi yang mendukung atau cocok tentu mereka tidak akan mampu bertahan hidup. Begutupun dengan habitat tempat hidupnya berbeda-beda. Sehingga setiap spesies parasit hidup pada hospes yang berbeda-beda, dan tidak mampu hidup pada hospes yang tidak cocok dengan habitat hidup dan nutrinya





























BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari laporan praktikum ini yaitu :
1.      Parasit yang ada didalam sampel yaitu Taenia saginata dan fasciola hepatica ditemukan pada feses sapi, Bayi  Ancylostom), manusia  Dewasa (Ascaris lumbricoide,  Kucing Opistorchis viverrini, Anjing Dracunulus modinensis
2.      Metode yang digunakan untuk mengamati adanya parasit pada sampel menggunakan metode natif dan sentrifuse.

B.     Saran
Adapun saran yang dapat saya ajukan yaitu, sebaiknya untuk praktikum selanjutnya efisiensi waktu sangat diharapkansehingga waktu praktikum sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.














DAFTAR PUSTAKA

Fadillah. (2006). Cacingan Dapat Menurunkan Produktivitas Masyarakat http://kbi.gemari.or.id/
Levine, N. D. (1994). Parasitologi Veteriner.
Subronto. (2006). Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta


















LEMBAR ASISTENSI

NAMA            ; HAERIA
STAMBUK    : G 401 08 006
KELOMPOK : 4

HARI/TANGGAL
CATATAN
PARAF


































PRAKTIKUM II
PEMERIKSAAN FESES


 








Nama                   : Haeria
Stambuk     : G 401 08 006
Kelompok  : IV
Asisten       : Arif rahman jabal, S.Si




JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHYAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar